01.26 | Posted in
Haji Karjo berujar sambil memperhatikan kaca tembus pandang mobil Toyota Avanza-nya “ So, turunkan kecepatan mobilmu sedikit, lihat jalan menurun, “ Mobil melintas dengan kecepatan stabil melewati jalan-jalan bersemak. Lampu malam cerah berwarna putih kekuning-kuningan di rubungi hewan-hewan kecil cinta cahaya. Menyinari trotoar jalan hamper setengah hasta saling silang bersilang antara tiang yang satu dengan yang lain . pencahayaan KM 30 jalan trans antar kota madya Tarakan merdup stelah 13 lampu listrik utama putus akibat angina putting beliung dan amukan badai yang melanda kawasan tersebut. Haji Karjo menyabet seraya membaca surat kabar berita basi 3 hari yang lalu,Tarakan Post yang headlinenya menceritakan amuikan putting beliung dahsyat dengan kekuatan 15 MPH, merusak apa saja yang dilaluinya. Ternak-ternak yang ditambatkan penduduk di padang rumput subur disekitarnya raib seketika diisap sang angina dan diterbangkan 4 km ke arah bibir pantaitepat di daerah yang agak sedikit tandus dan berair. Sama halnya dengan hasil pertanian dan perkebunan semuanya gagal panen setelah tornado mini meluluhlantahkan dan membuat semuanya tanpa terkecuali rata dengan tanah. Hewan ternak naas itu dapat dievakuasi oleh tim penyelamat setelah ditemukan sudah tak bernyawa lagi. Tak ayal lagi seandainya, ada manusia di lokasi kejadiaan pada malam naas tersebut, maka nasibnya tak lebih dari nasib hewan-hewan ternak malang tersebut, kaya abon mentah jatuh menghempas tanah. Beliau bergumam, “ badan Meteorologi dan Geofisika cabang telah memprediksikan adanya maut tersebut karena Tarakan wilayah pertemuan 2 arus berbeda, arus panas & dingin, dataran yang landai, luas, tidak berbukit gunung yang mampu menangkis serangan si angin bar-bar itu. Bahkan bila-bila masa apabila mencapai klimaksnya, akan terjadi pemusatan kekuatan besar bisa mengungguli angina tornado dan topan yang pernah terjadi di Kentucky Amerika, dan Tasmania Australia. Sayangnya…….!!!, ia berceloteh lagi, “So, koordinasi dengan pihak setempat untuk menangkal angina tersebut belum maksimal. Pemasangan Anemometer di beberapa tempat belum kunjung dilkasanakan, dengan nada yang sedikit meninggi pak Haji melotot ke Suroso. Melihat beliau suroso jadi kembang kempis, takut kalo pak haji ingin melalap dia mentah-mentah. Suroso terbungkam ta’jub tak merespon mendengar majikannya dari tadi melontarkan kata-kata kata dengan bahasa yang agak sedikit aneh mirip bahas ilmuwan yangmengamati, memfirasati, dan berargumentasi tentang keadaan fenomenal lingkungan. Beliau seakan-akan menganggap Suroso sebagai rival penelitiannya. Ia ta’jub lantaran bukan gara-gara informasi tersebut, akan tetapi tumben aja, majikannya bergaya intelektual menafsirkan cuaca yang bakalan berkembang isunya. Padahal iakan hanya seorang Kiai bertitel Haji kawakan , Pimpinan Yayasan Yatim Piatu, muballig daerah, yang sering saya antar tuk isi kultum di luar daerah tuk siraman rohani? Gumamnya dalam hati., Ia akhirnya memberanikan bertanya, “ Dari mana pak Haji tahu hal itu? Kan disini tenang-tenang aja kok ga’ ada apa-apa?. Lelaki berputra dua itu berkata ketahuilah olehmu, So, Dunia ini bagaikan shufuf-shufuf Al-Qur’an yang berjuta-juta umat muslim membacanya, tak ada yang bisa terlepas walaupun satu ayat. Engkau tela’ah Al-qur’an niscaya aka kautemukan dimana letak hikmah dibalik suatu kejadian, maka di situlah cahaya ilmu pengetahuan bersinar dan bendera perkembangan rasio tentang keagungan Allah berkibar, tak bisa dipungkiri, ia adalah pedoman hidup. Mendengar hal tersebut Suroso paham gambling, soalnya meniti jalan setapak untuk mengenal informasi tak hanya melalui media yang berkembang saat ini, media elektronik dan cetak, sperti surat kabar, dll sebagai timbangan naraca teknologi, kan tetapi jauh sebelum itu Al-Qur’anlah pusat informasi yang bercahaya, maka tak heran sang majikan tak pernah tertinggalkan al-Qur’an mini di balik saku mungilnya itu. Di sela-sela percakapan mereka, mobil semakin melaju kencang karena jalan semakin menanjak tepatnya di KM 35 tugu perbatasan desa Selumit dengan Kampung Bugis yang berporatl-portal sehingga mobil berayun-ayun.
Malam semakin larut tampaknya bulan puranam sedang bermandikan cahaya matahari berbagi dengan bumi, sedang bersembunyi di balik awan tebal agak pekat kehitam-hitamn. Malam agaknya cerah, bunyi binatang-binatang malam menambah hangatnya suasana, Suroso yang dari tadi sibuk dengan stirnya mencoba tuk konsentrasi lebih dalam lagi berhubung mereka akan segera melalui KM 41 di mana, jalan-jalan rusak parah akibat menurunnya daya dukung aspal dan seringnya dilewati kendaraan lalu lalang antarkota. Mobil menyusuri jalan raya dengan kecepatan parlahan tapi pasti, mesin melengking keras ditandai dengan pergantian gigi mobil menuju level rendah untuk kesetibangan. “ Wah ini pasti jalannya rusak beratk, kemarinkan kita lewat sini juga saat menjenguk Ayah pak Haji yang sedang sakit keras sekeluarga?” dan mungkin juga disini pernah terjadi kecelakaan lalu lintas, wong jalannya rusak, bolong-bolong, malahan pembatas jalannya bengkok, menyisakan celah cukup bagi kendaraan terperosok ke jurang curam di bawah sana. Beatapa berbahayanya kalo tidak segera di antisipasi.

Category:
��
01.22 | Posted in

Gejala-gejala naturalis yang multidinamika sering terjadi dlm alunan hidup kita yang dimatangkan dengan interaksi soasial dlm hidup bermasyarakat. Tatanan nilai akuistik yang melekat pada struktur muatan sosial merupakan aktivitas yang bergejolak sehingga menjelma menjadi sayap tanpa urat. hal ini yang dirasakan oleh sebagian masyarakat yg masih belum mengrti dunia hijau. menurut pakar endosifat, beberapa kultur telah terbaharui. ini elaborasi antara etnis-etnis yang bersifat mutual dengan yang bersifat mapan.

MAHKOTA HATI

Saksikanlah wahai wajah zaman!
Hitam kelam dibayangi phantom kekejian
Ambisi, kebengisan mewarnai bingkai sejarah
Yang dengannya isak tangis parau
Yang dengannya anarkisme memecah sentosa persada
Ribuan tirani-kapitalis mengisap darah
Mereka laksana vampir maya
Mereka bisu lantaran pekik takbir menggema
Mereka bertaring tatkala mereka terbungkam
Terbit bak mentari dalam kesenyapan
Merayap-rayap sinarnya 
Dalam liang-liang ventilasi jendela
Jendela kedamaian
Persetan dengan kemiskinan!
Mereka frontal sementara petir menggelegar
Yang olehnya angkasa dibuai dengan keheningan
Yang dengannya dunia sekakan-akan mengheningkan cipta
Hymne angkasa raya
Save the nation
We can receive true of live
Nature alive makes our future
Future makes circulation of dream
Many dream oh..so hot!
In perfect eye 
Krisis melanda empat penjuru mata angin
membiaskan interval dilema
mereka berada diantara 2 ketidakpastian
ketidakpastian pertama
merenggut keperawanan ibu pertiwi
ketidakpastian kedua
membumihanguskan nusantara
bangkitlah olehku wahai patriot
tak peduli 45 ataukah milenium
tak peduli hitamkah putihkah engkau
inilah klimaks 
inilah paradoks
jangan biarkan bumi kita meratapi nasibnya
malang, miris


Sensasi angin bandang membelai fisik tubuhku, mengelus-elus pori kulit wajah dan telapak tanganku. Di bawah temaram lampu petromaks sehingga benda-benda abiotik di sekitarku bermandikan biasan cahaya, aku mendongakkan dagu menyorotlah kerlingan mataku kaku tertuju gelap gempita malam yang ternodai umbra rembulan serta konstelasi manik-manik bintang-gemintang berkilauan, menghiasi tadabur layali-ku di ruang spare bersize 3x4 m yang mampu menampung kapasitas maksimal 7 homo sapiens. Batik dayak bercorak flamboyant beluntas mayang semerbak permai berbingkaikan tekstur ornamen warna hitam dan silver polos membentuk pola papan catur kotak-kotak terjalin yang menjamah tubuhku. Bercelanakan sarung buntut bermotif elegan mordenis setengah kolot garis membujur vertikal diagonal sutra Turki yang berumbai-rumbai pada pangkal ujung yang berlawanan setia menemani kesendirianku, dengan posisi kaki terpasung dan terbujur kaki. Lama sekali aku termangu dan tertegun berbekal pena jecky dan buku usang merah derima pemberian kakekku, sempat membuncah vitalitas dan kritisku mengerling tajam meneliti lenggok kepala kanan dan kiri seperti burung hantu kedempret nangka busuk beradu dengan interior fondasi ruang tempat ku berfase. 
Arah jam 11 pintu tua, sacral, jabug dilahap rayap yang mengapresiasikan kue coklat monde kolaps jumbo khas Italia setengah rapat menghalangi pandangan inderawi-ku menerobos bergelut dengan malam. Duhai malam panjang izinkanlah memoar melukis wajahmu di dalam untaian lagu. 5 bingkai jendela bambu plus kain perca selambu rombengan dan kusut karena sering dicuci. Selambu tipikal bercakan lumpur berdebu berwarna kuning usang dengan dengan klep besi tua berkarat yang menghubungkan 2 pasangan sejoli yang tepat pada simetri jendela tengah. Tumpukan batu kali, pualam dan berbagai variannya serupa namun tak sama tak kalah menarik stelannya menghiasi gubukku yang doyong dimakan usia. Karpet naturalis turun-temurun dari nenek klat nenek moyangku generasi ke-3 membalut tempat kakiku berpijak, berdebu, kusam, kasar, tidak higienis terbuat dari batu apit kali yang bercorak suku aztec termiskin dari kaum marjinal yang berdomisili di benua Afrika terhampar manjadi basis lantai tempat suka-citaku berdansa. Kerasku berpikir, perut keroncong melilit hebat dan menyalak mengendus-endus minta dicas karena sudah seharian ini lidahku belum sama sekali menyentuh makanan. Konspirasi berjuntai, mencoba untuk mendeskripsikan parasit yang melekat solid dan tajam, gegalauan yang membekas di hatiku, semburat perasaan pilu, kugoreskan tinta hitam keungu-unguan menepis dilema dan nestapa mendesir dan membuat adrenalinku menciut tajam membakar ubun-ubun kepalaku mencoba menahan amarah.
Aku mendapati kondisi diriku tidak menentu, labil, insting tengikku mengabari merekalah sasaran empuk bara dendamku yang bersemayam di sanubariku. Cercaan dan cibiran pahit semu mengobarkan dupa stagnan seakan-akan mengintimidasiku secara obsesif tuk segera membungkam mulut berbisa mereka. Angin nafsu yang buas mendebur ombak prinsip fleksibelitas muramku berkonspirasi keras dan memiliki katabelece serta power of expansion. Hati mungilku sponantanitas berkata bahwa jiwa ragaku boleh bersabar menggrutu namun gumpalan darahku yang berdesir ingin memuncrat, menantang dan mengubah prinsip dan pandanganku.
Jiwa yang telah dirasuki seburai dendam yang terlanjur berdarah-darah, berkecamuk hebat masuk menelusuri akal sehatku yang mengambang memproyeksikan akan sempitnya pikiranku, kuatnya ambisiku, dan sedikitnya usahaku. Tatkala roh qolbu yang lambat laun semakin terkikis habis tuntas lepas menggranjangi, megobrak-abrik serta mengaplikasikan kembali draft hitam kronologi pelecehan sumbang yang tampak menghancurleburkan benteng pertahanan kesabaranku yang mendawamkanku bertahan krusial integritas kecilku sebagai pejantan tangguh miskin dan melarat. Faktor resesif bergejolak hebat, konfrontatif, dan komplikasi jiwa yang meng-up date serta meng-entri strategi lini, teorema ekslusif pembalasan ekstra lalu lalang mengancah di benakku dan benar!!, tusukan-tusukan provokasi syaitan bekerja dan merampas hak hatiku serta menyatroni kasih sayang ku melebihi kadarnya karena warna hatiku yang semakin kelam. Ruangan inilah yang bersandingkan tekstur merah darah bercampur hitam pekatnya hati ini yang bereskalasi dan mengamini agresi dendam syaitan yang bersarang tak menentu.
Lagi-lagi jiwaku bersabda, akan kutorehkan konsep makar kecil untuk membungkam oknum-oknum yang telah mempercundangi diriku di mata hiruk-pikuk dan hilir mudiknya fatamorgana lantang pukang serta berjubelnya manusia. Serta-merta mata pena jeky menari indah pada lembaran-lembaran putih konsep biadab yang seakan-akan menyatakan setia mengiringi tukasan-tukasan buah pemikiran yang menggrogoti tempurung otakku. Sekali tepuk dua, tiga ekor tumbang. Konsep pembalasan yang sangat manis semanis sariparti aren sadap.
Emosional tinggi tak terkendali mempercepat ayunan tanganku sebagai steer kerancuanku mendefinisikan makna orisinal motif kita terlahir di dunia ini. Tepat semakin bergulirnya sang waktu mengiringi kekocakkan tangan besi diktator menggerayang dan menciduk baris demi baris konsep gesture ala sinis brilian yang akan menjawab satu kisi sempit dari hitam dan kerasnya kehidupan mengajariku.
Setelah rampung simpangan yang kurancang, aku bergumam kecil “ perfectly, brilian, ekuevalen dengan intuisi dan intepretasiku”. Kelak acuan tengik inilah yang akan memposisikan diriku sebagai oposisi tunggal mereka menjadi katalisator mutakhir dan mumpuni yang realitasnya menyibak bahwasanya akulah singa medan lahap yang siap sedia menerkam dan mencabik-cabik daging mereka. Arogansi menghiasi jiwa temprementalku. Saking terosebsi keras dengan pola prinsip tunggalku, aku terbujur kaku tepat di atas lantai kasar dan berpasir yang membisu serta menjadi saksi yang bertemankan desiran lembut angin darat yang sepoi-sepoi. Indah terpajang di dinding, sebuah foto edukatif dengan sketsa unggul para diskover sejati dalam sejarah yang pernah dimiliki oleh dunia ini zaman layar kaca hitam & putih tahun 1927. Kulirik foto Gay Lusac yang berbusanakan jas ala Hollandia bertopi panjang seperti pesulap modernis saat ini, menenteng sebuah teleskop 4 dioptri, elegan, parlente & agak narcis sedikit mengenakan kacamata lensa bikonkaf. Laksana ia menyorot langit yang terpatri oleh arakan-arakan awan malam berbintang, mencoba menganalisis rasi bintang orion konstelasi majemuk. Akupun berhalusinasi seakan-akan berada di hadapannya secara nyata dan tiba-tiba pak jenggot itu memanggilku lirih “ Hai, Bodoh!! Kemari kau!!. Dan tiba-tiba aku terperanjat kaget bukan kepalang dan terkesiama seraya berkata dalam hati “Haaah, siapakah malam-malam buta ini yang memanggilku??. Beribu-ribu gerbong pertanyaan nyangkut pada lokomotiv pikiranku menelusuri telikungan-telikungan rel-rel jawaban yang mahasulit untuk diranah. Woooi !!! cecunguk bolot!!!, otak udang!!!, jangan berlagak pilon!! Dengar, tidak!! master of science dari tadi memanggilmu!!! Dimana kau pasang telingamu, Haa!!!?. Sontak sorai, aku kaget bukan main dilanda sawan, baru seumur-umur aku melihat foto slide yang mampu ber-act, berkata dan mencibir. Sebuah ekspos poster berwajah bule memang dari tadi sejak aku sibuk dengan rancangan emas, sudah menganalisis rencana adiluhung yang kumiliki. Maklumlah ilmuan berotak jenius, mainannya hanya penelitian & eksperimen lapangan. Kendati demikian, tidak ku acuhkan sedikitpun figur yang menjadi primadona tunggalku itu. Karena bidang termofisika & optik sel yang ia geluti tak ada hubungannya dengan rencana busukku. Haii, bocah ingusan!!!, dengar tidak!!?, dari tadi aku memanggilmu!! Apa perlu aku berteriak menggunakan loud speaker agar gendang telingamu pecah berkeping-keping??!!. Celotehnya. Tersadar sesaat,sembari memasang wajah depresi aku pun membalas panggilannya, Ha...ha...ha...hai, kek lusac!, oh.. ia sorry menyori ya..!, bukannya aku tak acuh denganmu. Akan tetapi aku dilanda 1000 penyakit keheranan melihat posterku bisa berbicara bahkan menegurku lagi. Kan kita terpisah oleh waktu dan dimensi.sembari tertawa berkata,”Ha..ha..ha... kalau pasal itu sih, sudah nggak mustahil lagi foto slide mampu berinteraksi dengan penggemarnya, blooon!!, dunia ini tak selebar daun kelor yang kau kira. Pasang telingamu baik-baik dan dengarkan aku ingin bertanya mengenai sesuatu.” Katanya sambil memainkan topinya keatas dan kebawah.  

karya: susilo(bersambung)

��